Polri Berhasil Mengungkap Sindikat Perdagangan Manusia Jaringan Kamboja
Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri membekuk lima terdakwa sindikat kasus perbuatan pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan internasional.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menerangkan perkara itu terkuak menyusul informasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Phnom Penh, Kamboja.
Rahardjo menerangkan pihaknya selanjutnya membekuk tiga orang pelaku berinisial SJ, CR, serta MR terlebih dulu pada 24 serta 26 September 2022 di Indramayu, Jawa Barat serta Tangerang, Banten.
Berikutnya, penyidik melakukan pengembangan kasus serta kembali membekuk dua terdakwa lainnya yaitu NJ serta AN dibekuk pada 27 Januari 2023 di Jakarta Selatan.
Dalam melaksanakan aksinya, Djuhandani menerangkan para pelaku memberi janji-janji palsu buat menghasut para calon korban. pelaku mengiming-imingi rekomendasi bekerja di luar negeri di kawasan Kamboja.
Dia mengatakan proses perekrutan itu dijalani secara daring lewat media sosial (medsos) ataupun secara tatap muka langsung.
Para korban, jelas Djuhandhani, dijanjikan oleh pelaku bakal dipekerjakan menjadi pegawai pabrik sampai customer service. dia menerangkan korban setelah itu terperdaya oleh janji palsu terdakwa karena iming-iming digaji besar.
Meskipun begitu, Djuhandhani mengatakan sesudah korban datang di Kamboja serta bekerja faktanya mereka tak memperoleh upah besar seperti mana yang dijanjikan oleh terdakwa.
Dalam penangkapan itu, dia menerangkan penyidik juga ikut menyita beberapa barang bukti berwujud 86 paspor, akta pengajuan visa, sampai data terkait keberangkatan 100 korban.
Berpedoman hasil dari pemeriksaan awal pada para terdakwa, Djuhandhani mengatakan aksi TPPO itu telah dijalani jaringan ini semenjak 2019 lalu. selama bekerja, para terdakwa diperkirakan meraup keuntungan sampai puluhan miliar rupiah.
Atas perbuatannya para terdakwa yang saat ini telah ditahan. Mereka dijerat Pasal 4 undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 mengenai Pemberantasan TPPO serta atau Pasal 81 undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 mengenai perlindungan pekerja Migran Indonesia dengan tuntutan maksimum pidana 15 tahun bui serta denda Rp15 miliar.