Jabar 7 Juli : Tingkat Kematian PDP dan ODP Disorot-Gempa Pangandaran

Jabar 7 Juli : Tingkat Kematian PDP dan ODP Disorot-Gempa Pangandaran

Beberapa kabar menarik dari wilayah Jawa Barat menarik perhatian publik. Dari tingkat kematian pasien dalam pengawasan (PDP) serta orang dalam pemantauan (ODP) Jawa barat yang tidak diunggah ke publik sampai gempa di Pangandaran.

Data para pasien dalam pengawasan (PDP) serta orang dalam pengawasan (ODP) yang terkait COVID-19 di wilayah Jawa Barat (Jabar) menjadi sorotan publik. Pasalnya, data dari ODP dan PDP yang meninggal dunia tidak ditampilkan atau tidak diekspose di laman Pusat Informasi dan juga Koordinasi COVID-19 Jabar (Pikobar).

Disetiap harinya Jabar hanya menginformasikan total warga yang telah terkonfirmasi positif, jumlah kesembuhan, dan juga jumlah pasien positif yang telah meninggal dunia. Tanpa membuka jumlah kematian ODP ataupun PDP yang juga dimakamkan dengan aturan COVID-19.

Hal ini dipermasalahkan oleh seorang penulis, Ahmad Arif, melalui akun pribadinya di Twitter @aik_arif. dia membuka topik bahasan dengan membandingkan data jenazah yang telah dimakamkan dengan protokol COVID-19 dan juga data kematian sementara yang telah muncul di Pikobar.

“Hai Jawa Barat… kenapa tidak transparan saja dengan jumlah kematian terkait Covid-19? Dari data tgl 3 Juli, korban yang meninggal dg protokol Covid-19 diwilayah Jabar sudah mencapai 2.240 orang lo (baik konfirm ataupun dari gejala klinis). Sementara itu yg diumumkan meninggal masih 178,” tulis akun @aik_arif.

Kemudian dia menyebut banyaknya korban jiwa dengan status PDP dan juga ODP yang dimakamkan dengan protokol COVID-19 tidak teridentifikasi. “Begitu banyak korban jiwa di wilayah Jabar dengan status PDP dan ODP yg dimakamkan dengan protokol Covid-19 tapi tidak terlaporkan. Bisa jadi Jabar akan meniru Jakarta yang telah melaporkan kematian PDP/ODP nya. Informasi yang akurat dibutuhkan public untuk memahami risiko dengan lebih baik,”ujar akun tersebut.

Menurut pendapatnya, WHO telah memberikan contoh bagaimana cara melaporkan kematian terkait COVID-19. Paling tidak, ujar dia, ada beberapa kategori pelaporan di antaranya adalah meninggal karena status virus terkonfirmasi, adapun diagnosa terkonfirmasi dan juga diagnosa klinis. “Dan itu juga mestinya telah dicatat dan dilaporkan kepada publik,” ujarnya.

Ujar Ahmad Arif tersebut memperoleh respons dari Gubernur Jawa Barat yaitu Ridwan Kamil. Menurut pendapat Emil, sapaan Ridwan, Jabar akan selalu transparan dengan data yang apa adanya. Gugus Tugas Jawa barat pun telah mencoba mengakses aplikasi RSonline, tetapi belum mendapatkan respons.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *